Menuai Pahala dalam Hidup Bertetangga
Tetangga merupakan orang yang sangat dekat dalam keseharian
kita. Jika kita keluar rumah, maka tetangga-lah yang kita temui pertama kali.
Saat kita membutuhkan bantuan, tetangga-lah yang pertama
Kali kita datangi pintu rumahnya. Sangat tidak mungkin bagi
kita untuk hidup tanpa tetangga. Sungguh tetangga sangatlah penting artinya
dalam kehidupan kita hingga Allah memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik
kepada tetangga.
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan
sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kalian…” (Qs. An-Nisa’: 36)
Bahkan tetangga begitu mulianya dalam ajaran
Islam hingga Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk selalu menjaga hak tetangga.
“Senantiasa Jibril berpesan kepadaku tentang (hidup) bertetangga,
sampai aku menyangka bahwa dia tetangga akan mewarisi tetangganya.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Ketahuilah saudaraku, berbuat baik terhadap
tetangga adalah bukti keimananmu kepada Allah. Dan tidak akan sempurna
keimananmu sebelum engkau mencintai tetanggamu sebagaimana engkau mencintai
dirimu sendiri. Engkau menginginkan kebaikan bagi mereka sebagaimana engkau
menginginkan kebaikan pada dirimu sendiri, merasa bahagia ketika mereka bahagia
dan merasa sedih ketika mereka merasa sedih.
“Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman sehingga ia
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Oleh karenanya saudaraku, berlembut hatilah
terhadap tetanggamu dan ringankan tanganmu untuk membantu tetanggamu serta
bersikaplah peka terhadap hal-hal yang mengganggu atau menyakiti mereka.
Berbuat Baik pada Tetangga sesuai Kemampuan
Maka hendaknya engkau, saudaraku, tidak melupakan
diri untuk berbuat baik pada tetanggamu meskipun anya sedikit. Bukankah engkau
yakin dengan janji Allah
“Dan barangsiapa berbuat kebaikan seberat dzarah pun, niscaya dia
akan melihat (balasannya).” (Qs. Az-Zalzalah: 8)
Janganlah merasa malu dengan sedikitnya
pemberianmu. Dan jangan pula karena berbangga-bangga menghalangimu untuk
memberi dalam jumlah sedikit. Engkau beralasan pemberian yang sedikit tidak
layak bagi tetanggamu, lalu engkau menahan pemberianmu karena menunggu jumlah
yang banyak, sampai akhirnya engkau tidak mampu mencapai jumlah yang banyak itu
dan hilanglah kesempatan untuk berbuat baik kepada tetanggamu. Wal iyya’udzubillahi
min dzalik. Ingatlah pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadamu
“Wahai sekalian pria muslimin, tidak diperbolehkan seorang
tetangga menganggap remeh pemberian yang dia berikan kepada tetangganya.
meskipun hanya sedikit.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dan sebaliknya, seorang tetangga tidak boleh
menghina kebaikan yang diberikan oleh tetangganya meskipun kebaikan itu hanya
sedikit. Justru ia harus mensyukurinya sehingga tumbuhlah kedamaian dan
kerukunan dalam kehidupan bertetangga.
Dan di antara bentuk berbuat baik terhadap
tetangga adalah memberikan hadiah kepada tetangga misalnya engkau mengirimkan
sebagian masakanmu ketika masakanmu tercium oleh tetanggamu dan mereka
menginginkannya sementara mereka tidak mampu untuk membuat masakan seperti itu.
Perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Apabila engkau memasak sayur berdaging, maka perbanyaklah
kuahnya, kemudian perhatikanlah anggota keluarga tetanggamu, lalu berilah
mereka dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)
Terlebih lagi jika tetangga sangat membutuhkan
bantuanmu, seorang muslimin hendaknya mengulurkan tangannya terutama jika dia
berada dalam kemudahan rezeki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Tidaklah beriman kepadaku seorang yang kenyang sedangkan tetangga
di sampingnya menderita kelaparan, sementara dia mengetahui.” (HR.
Ath-Thabrani dan Al-Bazzar)
Bentuk lain dari berbuat baik terhadap tetangga
adalah hendaknya seorang muslimin tidak pelit untuk memberikan nasihat dan
saran kepada tetangga, bahkan mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan
mencegah keburukan dengan bijaksana dan baik tanpa maksud menjatuhkan atau
menjelek-jelekan mereka. Selain itu seorang muslimin hendaknya juga memelihara
hak-hak mereka di saat mereka tidak ada di rumah yaitu menjaga harta dan
kehormatan mereka dari tangan-tangan usil.
Mendahulukan Tetangga Terdekat
Sesungguhnya tetangga yang masih kerabat memiliki
hak yang lebih besar daripada tetangga yang bukan kerabat.
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan
sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kalian…” (Qs.An-Nisa’: 36)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
menjelaskan bahwa yang dimaksud tetangga dekat adalah tetangga yang masih memiliki
hubungan nasab (keluarga), sedangkan tetangga jauh adalah tetangga yang tidak memiliki
hubungan nasab. Maka tetangga dekat memiliki dua hak yaitu hak sebagai keluarga
dan hak sebagai tetangga sementara tetangga jauh hanya memiliki satu hak yaitu
hak sebagai tetangga. Maka selayaknya seorang muslimin mengutamakan tetangga
dekat terlebih dahulu.
Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah tetangga yang masih memiliki
hubungan nasab atau ikatan agama. Sedangkan tetangga jauh adalah yang tidak ada
hubungan darah atau ikatan agama. Oleh karena itu tetangga muslim lebih pantas
didahulukan daripada tetangga yang kafir karena adanya ikatan agama.
Demikian juga tetangga yang paling dekat letak
rumahnya memiliki hak yang lebih besar daripada tetangga yang jauh letak
rumahnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kau memiliki dua tetangga, kepada tetangga mana aku
harus memberikan hadiah?” Beliau menjawab,“Kepada yang paling dekat pintu rumahnya.” (HR.
Bukhari)
Mendahulukan tetangga terdekat akan lebih
memelihara perasaan tetangga. Hal ini karena biasanya tetangga dekat memiliki
hubungan dan muamalah yang lebih kental. Namun bukan berarti seorang muslimin
memalingkan pandangannya dari tetangga yang jauh karena semua rumah yang berada
di sekitar tempat tinggalnya adalah tetangganya dan memiliki hak sebagai
tetangga.
Meruginya Tetangga yang Jahat
Wahai saudaraku muslimin, janganlah engkau
menyakiti atau menganggangu tetanggamu. Hendaknya engkau peka terhadap sikap yang
engkau perlihatkan dan suara yang engkau perdengarkan kepada tetanggamu.
Janganlah bangunan yang engkau bangun membuat
mereka terhalang dari sinar matahari atau udara. Janganlah sampai bangunan
tersebut melampaui batas tanahnya, sehingga bisa merusak atau mengubah hak
miliknya karena hal tersebut akan menyakiti hatinya.
Jangan pula engkau mengganggu tetanggamu dengan
mengotori halaman mereka atau menutup jalan bagi mereka. Dan hendaknya seorang muslimin
tidak mencari-cari kesalahan dan kekeliruan serta tidak pula bahagia bila
mereka keliru. Bahkan ia seharusnya tidak memandang kealpaan mereka dan
merahasiakan kekurangan mereka.
Wahai saudaraku, janganlah engkau membuat
kegaduhan yang mengganggu mereka. Jangnlah mengeraskan suara radio, TV atau
suara yang sejenis sehingga mengganggu kegiatan mereka atau mengganggu
istirahat mereka ketika sakit. Bahkan sekalipun yang diperdengarkan adalah
bacaan Al-Quran, selama hal tersebut mengganggu tetangga maka berarti dia telah
berbuat zhalim.
Sungguh tetangga yang jahat akan dijauhkan dari
nikmatnya iman. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, tidak beriman.
Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman!” Nabi ditanya, “Siapa,
wahai Rasulullah?” Nabi menjawab,”Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa
tentram karena perbuatannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Tak hanya hilangnya nikmat iman, amalannya akan
musnah karena kejahatannya dan ia pun dijauhkan dari surga.
Pernah ditanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang yang senantiasa
bangun malam dan berpuasa, berbuat dan bersedekah, tetapi dia senantiasa
menyakiti tetangganya melalui ucapan.”
Rasulullah pun menjawab, “Tiada kebaikan baginya,
dan dia termasuk penghuni neraka.”
Kemudian para sahabat berkata, “Ada pria lain
yang selalu mengerjakan shalat wajib, bersedekah dengan susu yang dikeringkan
dan dia tidak pernah menyakiti satu orang pun dari tetangganya.”
Maka Rasulullah menajwab, “Dia itu termasuk penghuni
surga.” (HR. Bukhari)
Dan hendaklah seorang muslimin bersabar jika
mendapati perlakuan tidak baik dari tetangga serta memaafkan dan tidak
membalasnya. Dan janganlah mengedepankan emosi jika salah satu putranya
bertengkar dengan putra tetangganya kemudian bersikap tidak acuh terhadap tetangganya,
namun ia seharusnya mendamaikan dan berlapang dada. Bergembiralah menjadi
tetangga yang penyantun dan kasih, bergembiralah dengan kesabaranmu karena
engkau akan mendapatkan pahala dan keridhaan Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga kelompok manusia
yang dicintai Allah… — disebutkan diantaranya– Sesorang yang mempunyai
tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas
gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian.” (HR.
Ahmad)
Perbuatan Buruk ke Tetangga Mendapat Ganjaran Dosa Berlipat Ganda
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, ketika
beliau bertanya kepada para sahabat, “Apa yang kamu katakan tentang (hukum) zina?” Mereka
menjawab, “Haram.”
Lalu beliau bersabda, “Seseorang berzina dengan
sepululh pria lebih ringan dibanding jika ia berzina dengan istri tetangganya.”
Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
lagi, “Apa yang kamu katakan tentang (hukum) mencuri?” Mereka
menjawab, “Haram.”
Lalu, beliau bersabda, “Seseorang mencuri dari
sepuluh rumah lebih ringan (dosanya) dibanding jika ia mencuri dari rumah
tetangganya.” (HR. Ahmad)
Agar tidak disalahpahami, hadits ini bukanlah
berarti zina dan mencuri kepada selain tetangga tidak berdosa. Bahkan ia juga
berdosa, sebagaimana dalam hadits di atas, para sahabat menjawab bahwa zina dan
mencuri merupakan perbuatan yang haram dilakukan. Namun, perbuatan itu semakin
keras ancaman dosanya ketika dilakukan terhadap tetangga.
Tak Ternilai Harganya di Dunia dan Mendapatkan
Surga di Akhirat
Tetangga yang baik memberikan kesejukan
pandangan, ketenangan dan keamanan.
“Di antara kebahagiaan seorang muslim di dunia adalah tetangga
yang baik, rumah yang luas dan kendaraan yang menyenangkan.” (HR.
Ahmad dan Al-Hakim)
Dikisahkan bahwa tetangga Sa’id bin Al-’Ash
ditawar rumahnya dengan harga 100.000 dirham. Kemudian tetangga itu berucap
kepada penawar, “Itu harga rumah, lalu berapa engkau akan membeli hidup
bertetangga dengan Sa’id?” Ketika mengetahui peristiwa itu, Sa’id mengirim
harga yang sama dan menyuruh tetap menempati rumahnya tersebut. Sungguh
memiliki tetangga yang baik merupakan nikmat yang tidak ternilai harganya di
dunia dan tidak dapat digantikan oleh apa pun.
Tak hanya di dunia, tetangga yang baik akan
mendapatkan surga di akhirat, yang di dalamnya terdapat segala nikmat yang
diinginkan oleh jiwa.
Pernah ditanyakan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang yang senantiasa bangun
malam dan berpuasa, berbuat dan bersedekah, tetapi dia senantiasa menyakiti
tetangganya melalui ucapan.” Rasulullah pun menjawab, “Tiada kebaikan baginya,
dan dia termasuk penghuni neraka.” Kemudian para sahabat berkata, “Ada pria
lain yang selalu mengerjakan shalat wajib, berseedekah dengan susu yang
dikeringkan dan dia tidak pernah menyakiti satu orang pun dari tetangganya.”
Maka Rasulullah menajwab, “Dia itu termasuk penghuni surga.” (HR.
Bukhari)
Maka berlombalah saudaraku untuk menjadi tetangga
yang baik agar engkau mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Jati Diri
Pria Muslimin (terj.) karya Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi
yang diterbitkan oleh Pustaka Al Kautsar
Etika
Muslim Sehari-Hari (terj.) karya Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baaz, http://shirotholmustaqim.files.wordpress.com, diakses 3
Maret 2012
Taisirul
Karimir Rahman karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di
Shahih
Bukhari yang diterbitkan oleh Darul Kitabil ‘Ilmiyyah Beirut
Fatawa Rasulullah, Anda Bertanya Rasulullah Menjawab, Tahqiw
dn Ta’liq Syaikh Qasim ar-Rifa’i, Ibnul Qayyim, Pustaka As-Sunnah.